Tuesday, January 15, 2008

Matikan Soeharto di Televisi

Rasanya lebih baik matikan televisi ketika berita tentang sakitnya Soeharto ditayangkan. Bagaimana tidak, kondisinya yang luar biasa payah di antara hidup dan dan mati itu, bisa membuat iba siapapun yang memandangnya. Muncul juga rasa kasihan, sedih, dan sejenisnya, sebab bagaimana pun jahatnya Soeharto ketika memerintah, ia saat ini adalah orang tua yang renta. Dan orang tua yang renta yang lagi menuju maut selalu membuat rasa kemanusiaan tercabik.

Banyak pihak pun buru-buru mengajak orang untuk memaafkan bekas penguasa Orde baru itu. Tentu dengan alasan kemanusiaan. Orang-orang pun diajak melupakan berbagai kejahatan kemanusiaan yang pernah dilakukan soeharto. Padahal tak terbilang berapa sudah nyawa yang dihilangkan pada saat sang jenderal diktator itu berkuasa. Sebut saja beberapa di antaranya adalah kasus pembuangan tahanan PKI di Pulau Buru, Penembakan misterius (petrus) pada 1983-1984, Insiden 27 Juli 1996 dan penculikan sejumlah aktivis. Kemudian peristiwa pemberlakuan daerah Operasi Militer di Papua dan Aceh serta kasus Tanjung Priok. Belum lagi kasus-kasus korupsinya. Yang saat ini disidangkan saja (kasus Yayasan Supersemar) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kejaksaan Agung menuntut Soeharto mengembalikan dana lebih dari empat triliun rupiah. Ditambah ganti rugi immateriil sebesar Rp 10 triliun. Luar biasa jumlhnya. Tapi itu belum ditambah duit negara yang di korup kroni-krinonya.

Tapi memang hari-hari ini, televisi dan media massa lain seperti koran radio, dan website, menjadikan Soeharto sebagai orang yang sangat penting. Setiap perkembangan kesehatannya diberitakan. Reporter mereka disiagakan 24 jam penuh, lengkap dengan perlatan siaran langsungnya. Bukan cuma perkembangan kesehatannya, tapi juga segala berita menyangkutnya.

Tapi sayangnya, menonton, mendengar dan membaca berita-berita itu, masyarakat seperti digiring untuk kemudian bersimpati dan memaafkan orang yang pernah dilansir Bank Dunia sebagai koruptor nomor satu di dunia itu. Kita seperti diajak lupa, ada darah yang tak pernah kering: darah korban pelanggaran hak azasi mansuia !

No comments: